Evaluating the New Paradigm of LDII in Kudus Post-Fatwa MUI Number: 03/Kep/KF-MUI/Ix.2006 Historical Perspective

Abstract

The purpose of this paper is to explore the obedience of Indonesian Islamic Da'wah Institute (LDII) members in Kudus, Central Java, to MUI Fatwa Number: 03/Kep/KF-MUI/IX.2006 on LDII New Paradigm. This research uses historical approach. The result of the research is that LDII members in Kudus have implemented the three points of MUI Fatwa in the form of following the new paradigm (1) being inclusive, i.e. not closing themselves in activities, for example, the commemoration of Islamic holidays invites Islamic mass organisations (NU, Muhammadiyah, FKUB, and MUI Kudus) and is attended. However, LDII internal activities (Quran recitation, prayer) have not been responded by non-LDII Muslims because non-LDII Muslims have their own activities, (2) not a successor/not a continuation of Darul Hadith (DH) or Islam Jamaah (IJ) movements and do not use or teach DH/IJ teachings, such as members must be initiated by their emir, Islamic teachings are considered valid if they come from the emir, cutting off fraternal relations with non-LDIII people even though they are siblings, and marriage is valid only with fellow worshipers. These teachings are no longer used by LDII members, (3) they do not use or adhere to a keamiran system but an organisational structure from top to bottom, (4) they do not consider Muslims outside their group as kafir or unclean, and (5) they are willing to join other Islamic mass organisations in following the basis of religious thinking as determined by MUI which is inclusive and moderate.

Mengevaluasi Paradigma Baru LDII di Kudus Pasca-Fatwa MUI Nomor:03/Kep/Kf-Mui/Ix.2006 Perspektif Sejarah. Tujuan ditulisnya naskah ini untuk mendalami ketaatan warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Kudus Jawa Tengah terhadap Fatwa MUI Nomor:03/Kep/KF-MUI/IX.2006 tentang Paradigma Baru LDII. Riset ini dengan pendekatan sejarah. Hasil riset, warga LDII di Kudus sudah melaksanakan tiga poin Fatwa MUI dalam wujud mengikuti paradigma baru (1) bersikap inklusif yakni tidak menutup diri dalam berkegiatan, misalnya peringatan hari besar Islam mengundang ormas Islam (NU, Muhammadiyah, FKUB, dan MUI Kudus) dan dihadiri. Hanya saja, kegiatan intern LDII (mengaji, salat) belum direspon oleh warga muslim non-LDII karena warga non-LDII memiliki kegiatan tersendiri, (2) bukan penerus/bukan kelanjutan dari gerakan Darul Hadis (DH) atau Islam Jamaah (IJ) dan tidak menggunakan atau mengajarkan ajaran DH/IJ, seperti bagi anggota harus dibaiat oleh amirnya, ajaran Islam dianggap sah bila berasal dari sang amirnya, memutus hubungan persaudaraan dengan orang non-LDIII meski saudara kandungnya, perkawinan yang sah bila hanya dengan sesama jamaahnya. Ajaran tersebut tidak lagi digunakan warga LDII, (3) tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran tapi struktur organisasi dari atas hingga bawah, (4) tidak menganggap umat Islam di luar kelompoknya sebagai kafir atau najis, dan (5) bersedia bersama dengan ormas Islam lainnya mengikuti landasan berpikir keagamaan sebagaimana yang ditetapkan MUI yang inklusif dan moderat.